Laotrahija.com :Toilet di Jepang biasanya lebih maju dibandingkan toilet di negara-negara maju yang lain. Dua jenis kloset yang biasa didapatkan di toilet di Jepang adalah kloset jongkok dan kloset duduk. Setelah Perang Dunia II, kloset duduk model Barat dan urinoir mendominasi toilet umum.
Walaupun demikian, kloset jongkok masih ditemui di WC umum di Jepang. Di pintu WC biasa yang menyediakan kloset jongkok diberi goresan pena washiki (gaya Jepang) atau yōshiki (gaya Barat) untuk kloset duduk.
Nomor Wa Tukang Sedot Wc di Beberapa Daerah :
Medan : KLIK DI SINI
Pontianak : KLIK DI SINI
Balikpapan : KLIK DI SINI
Manado : KLIK DI SINI
Makassar : KLIK DI SINI
Kloset model Barat yang paling canggih yakni kloset yang dilengkapi dudukan kloset yang sekaligus berfungsi sebagai bidet. Hingga Maret 2010, 72% dari seluruh rumah di Jepang sudah dipasangi kloset duduk yang dilengkapi bidet. Di Jepang, kloset yang dilengkapi bidet disebut washlet.
Sebelumnya, Washlet yakni merek dagang dari Toto Ltd. yang telah menjadi nama generik. Bergantung terhadap modelnya, tutup kloset secara otomatis bisa terbuka saat ada orang yang mendekati, membersihkan anus dan vulva orang yang duduk di atasnya dengan air dan mengeringkannya dengan hembusan udara hangat, menyiram kloset secara otomatis, menetralisir bau, dan memiliki tutup kloset yang menutup secara otomatis setelah kloset selesai dipakai.
Kebersihan sungguh penting dalam kebudayaan Jepang. Ruangan toilet yang dianggap kotor dibangun terpisah dari kamar mandi. Dalam bahasa Jepang, kata untuk higienis yaitu sama dengan bagus. Selain memiliki arti higienis, kata kirei digunakan untuk sesuatu yang manis atau indah; mempunyai arti cantik, molek, elok (dipakai untuk wanita dan bawah umur), dan tampan atau ganteng (untuk pria).
Sejarah
Batang kayu yang disebut chu-gi asal zaman Nara dan gulungan kertas toilet.
Kawasan pemukiman orang zaman Jomon berbentuk seperti tapal kuda. Bagian tengah ialah alun-alun daerah berkumpul, dan tempat pembuangan sampah berada di sekeliling pemukiman. Dari penggalian arkeologi di daerah pembuangan sampah ditemukan koprolit (feses insan dan anjing yang sudah memfosil), sampai dapat diambil kesimpulan orang zaman Jomon juga mencampakkan air besar di tempat pembuangan sampah.
Sistem selokan sanitasi kemungkinan sudah diketahui orang zaman Yayoi (300 SM sampai 250 M). Sistem selokan biasanya digunakan di pemukiman berskala besar, mungkin digunakan untuk toilet.
Berdasarkan inovasi di Sakurai, Prefektur Nara, toilet yang dilengkapi air mengalir kemungkinan telah dibentuk semenjak permulaan kurun ke-3. Kloset lubang kawasan buang air juga diteliti andal arkeologi di situs Istana Fujiwara yang berada di Kashihara, Prefektur Nara (ibu kota kekaisaran dari 694 sampai 710. Bangunan beratap untuk lubang WC diresmikan di lokasi terpisah dari daerah tinggal.
Pada zaman Nara (710 to 784), di Nara ibu kota Jepang sudah dibangun sistem drainase air kotor, dan orang buang air dengan cara berjongkok di atas selokan selebar 10–15 cm. Potongan kayu yang disebut chu-gi digunakan seperti halnya kertas toilet.
Pada abad-era sebelumnya, rumput bahari juga dipakai untuk mengelap setelah buang air, namun pada zaman Edo, orang Jepang sudah menggunakan kertas toilet dari washi. Di kawasan pegunungan, serpihan kayu dan daun-daun besar waktu itu dipakai selaku kertas toilet.
Toilet sering dibangun di atas selokan yang mengalir. Salah satu contoh dari toilet yang bisa membilas sendiri ditemukan di Istana Akita. Toilet dari kurun ke-8 ini dibangun di atas aliran sungai yang dialihkan ke selokan.
Walaupun sering ditemukan toilet dengan air mengalir, toilet yang dibangun hanya berupa lubang kakus di tanah justru lebih umum. Toilet mirip ini lebih gampang dibangun dan akhirnya bisa dipakai selaku pupuk.
Ketika agama Buddha ialah agama utama di Jepang, binatang ternak tidak boleh untuk disantap sehingga tidak ada kotoran binatang ternak yang mampu dipakai sebagai pupuk kandang. Kotoran orang kaya dijual dengan harga lebih mahal karena mereka lebih banyak mengonsumsi masakan bergizi.
Berbagai dokumen bersejarah asal masa ke-9 berisi peraturan sehubungan pendirian metode drainase air bersih dan air kotor, dan detail tentang mekanisme pembuangan limbah kakus.
Narapidana mesti dikelola supaya membersihkan selokan di Istana dan kantor-kantor pemerintah, serta toilet di timur dan barat pada pagi hari setelah turun hujan pada malam hari sebelumnya.
Berdasarkan argumentasi sanitasi, bisnis pemasaran kotoran manusia sebagai pupuk makin jarang sehabis Perang Dunia II. Pada waktu itu di Jepang telah dikenal pupuk dari bahan kimia, dan kini hanya 1% dari limbah toilet yang dipakai sebagai pupuk.
Di bidang standar higiene, Jepang jauh lebih maju dibandingkan patokan higiene di kawasan-daerah lain, utamanya di Eropa. Pada zaman dulu, pembuangan kotoran manusia telah diatur pemerintah di Jepang, sementara di Eropa, air kotoran dibuang begitu saja dari rumah ke jalan-jalan. Orang Barat yang pertama kali mengunjungi Edo begitu takjub dengan kota yang berdasarkan mereka begitu bersih.
Kloset jongkok asal zaman Meiji di rumah orang Jepang kalangan atas dekat Nakatsugawa.
Di Okinawa, toilet dulunya berada di atas sangkar babi, dan babi diberi makanan kotoran insan. Praktik ini dilarang pemerintah pendudukan Amerika Serikat setelah Perang Dunia II karena tidak bersih.
Pada zaman Azuchi-Momoyama (1568 to 1600), metode limbah “Selokan Taiko” dibangun di sekeliling Istana Osaka, dan masih berfungsi hingga kini. Sistem selokan terbaru mulai dibangun pada 1884, ditandai dengan pembangunan selokan dari watu bata dan keramik yang pertama di Kanda, Tokyo.
Sistem perpipaan dan sistem selokan makin diperluas setelah terjadinya gempa bumi besar Kanto untuk menghalangi terjadinya wabah penyakit kalau gempa berskala besar terjadi lagi . Setelah itu, pembangunan selokan baru digiatkan kembali setelah Perang Dunia II sehabis adanya kemajuan penduduk kota yang pesat.
Hingga tahun 2000, sekitar 60% dari rumah-rumah di Jepang terhubung dengan tata cara limbah air kotor. Tanggal 10 September ditetapkan selaku Hari Air Limbah di Jepang.
Kloset versi Barat dan urinoir mulai dibangun di Jepang pada awal kala ke-20, tetapi gres terkenal seusai Perang Dunia II utamanya balasan imbas orang Amerika pada periode pendudukan.
Pada 1977, total pemasaran kloset duduk di Jepang telah melampaui total pemasaran kloset jongkok. Perusahaan saniter paling besar di dunia, TOTO memperkenalkan kloset dilengkapi bidet yang disebut Washlet pada tahun 1980.
Terminologi
Dalam bahasa Jepang, toilet disebut toire dan dapat merujuk kepada kloset atau bangunan daerah lubang kloset berada. Eufemisme untuk toilet yakni otearai, arti harfiah cuci tangan) yang berarti wastafel untuk mencuci tangan.
Dalam bahasa Inggris Amerika, eufemisme serupa juga dipakai untuk kata “bathroom” yang secara harfiah memiliki arti kamar dengan kolam mandi atau toilet. Istilah lain untuk toilet yakni keshōshitsu, arti harfiah: ruang berdandan). Istilah keshōshitsu ialah terjemahan dari bahasa Inggris powder room, dan lazimnya digunakan oleh toko serba ada dan pasar supermarket.
Kata lain untuk toilet yaitu benjo (kakus) yang berasal dari kata ben) yang mempunyai arti fasilitas atau ekskresi. Walaupun dianggap kurang bergaya, kata benjo masih dipakai di toilet-toilet umum, mirip di sekolah, bak renang, dan kawasan-kawasan lazim. Istilah benjo tidak dianggap garang, meskipun sebagian orang lebih memilih untuk memakai kata toilet atau yang lain.
Perangkat kloset dari keramik (bab mangkuk dan tangki penampung air) disebut benki sementara dudukan kloset disebut benza Pispot untuk anak kecil atau orang lanjut usia disebut omaru.
Asosiasi Toilet Jepang merayakan Hari Toilet tidak resmi pada 10 November. Tanggal 10 bulan 11 dalam urutan penulisan bahasa Jepang) bisa dibaca ii-to(ire) yang berarti toilet cantik dalam bahasa Jepang.