Umat islam udah bermufakat apabila I’tikaf sebagai beribadah dan teknik terutama untuk ber-taqqarub pada Allah SWT. Hukum I’tikaf oleh banyak ulama dipisah jadi dua type yakni mesti serta sunah. Namun Maulana Muhammad Zakariyya Al – Kandahlawi membaginya jadi tiga macam adalah I’tikaf harus, I’tikaf sunah, dan I’tikaf nafil. Di bawah ini keterangan 3 hukum melaksanakan I’tikaf salah satunya adalah :
1. I’tikaf Penting
I’tikaf penting menurut Sayyid Sabiq dalam Fikih Sunnah yaitu I’tikaf yang wajibkan oleh seorang pada diri sendiri. Nazar ialah suatu ikrar yang perlu dilakukan. Jadi contoh saat Kebutuhanku tersedianya satu orang yang menuturkan “Apabila Allah SWT mengobati rasa sakitku, karena itu saya bakal lakukan I’tikaf satu hari”. Atau ketika ada yang bernazar “Saya bernazar bakal melaksanakan I’tikaf waktu satu bulan”. Pada situasi yang sesuai itu, jadi hukum melaksanakan I’tikaf jadi penting.
Jadi menurut Al Kubaisi, mengerjakan I’tikaf hukumnya bisa menjadi harus waktu diikuti dengan nazar. Menetapi janji atau nazar pada prinsipnya hukumnya itu penting, menurut firman Allah SWT : “Lantas lebih baik mereka menyingkirkan kotoran yang ada di tubuh mereka, hendaknya mereka memperbaiki nazar nazar mereka, dan lebih baik mereka lakukan thawaf disekitar rumah tua itu (Baitullah)”. (QS Al Hajj : 29).
Aisyah RA bercakap bila Nabi SAW bersabda “Barang siapakah yang bernazar buat melaksanakan ketaatan ke Allah, jadi lebih baik dianya sendiri penuhi nazar tersebut; serta barang siapakah yang bernazar untuk melaksanakan bungkusiatan terhadap Allah, jadi lebih baik dianya tidak melaksanakan tingkah laku maksiat itu”. (HR Bukhari, An – Nasa’i).
2. I’tikaf Sunah
Sama seperti yang telah diilustrasikan oleh Rasulullah SAW apabila I’tikaf sunah itu dilaksanakan pada sepuluh hari akhir Ramadhan. Menurut Al Kubaisi, Nabi SAW mulai sejak pindah dari Makkah ke Madinah secara teratur lakukan I’tikaf di mushola pada sepuluh paling akhir Ramadhan, sampai akhir hayatnya. Hal itu sama dengan hadis Nabi SAW :
Hadis sejarah Ibnu Umar RA : “Jika Nabi SAW selalu I’tikaf di sepuluh paling akhir bulan Ramadhan”. (Shahih Muslim No. 2002).
Hadis kisah Ibnu Umar RA berujar : “Jika Nabi SAW selalu I’tikaf pada sepuluh paling akhir dalam bulan Ramadhan. (Shahih Muslim No. 2002).
Hadis histori Aisyah RA berbicara “Yaitu Rasulullah SAW saat telah masuk sepuluh paling akhir bulan Ramdhan, beliau bakal hidupkan malam (untuk beribadah), menghidupkan istri istrinya, bersungguh (dalam beribadah) serta menghindari dari istinya”. (Shahih Muslim No. 2008).
Hadis kisah Aisyah RA berucap “Merupakan Rasulullah SAW, beliau benar-benar di sepuluh hari akhir dalam bulan Ramadhan, tidak serupa pada hari hari yang lain”. (Shahih Muslim No. 2009).
Mengenai asas yang perlihatkan apabila Rasulullah SAW terus I’tikaf di bulan Ramadhan yakni hadis berikut : Aisyah RA berucap, “Nabi beri’tikaf di sepuluh hari akhir dari (pada suatu sejarah : tiap 2/259) bulan Ramadhan. Oleh sebab itu Aisyah membuat sebuah tenda. Sehabis shalat subuh, Rasulullah SAW akan masuk dalam tenda itu.
(Apakah Aisyah memohon ijin ke Rasulullah SAW buat beri’tikaf? Dan nabi lantas memberikannya ijin, lalu ia bikin sebuah kubah di dalamnya. Hafshah juga mendengarkannya, lalu dianya sendiri minta ijin ke Aisyah untuk membangun suatu tenda pun, dan Aisyah mengizinkannya. Sesudah itu Hafshah bikin tenda (pada suatu sejarah : Kubah).
3. I’tikaf Nafil
Dan menurut Maulana Muhammad Zakariyya Al – Kandahlawi, I’tikaf Nafil ialah I’tikaf tanpa batas hari dan waktu untuk melakukan. Menurut dianya sendiri, seorang dapat setiap waktu bermaksud I’tikaf serta melaksanakannya. Katalog Aja
Ide Peluang Bisnis Dengan Modal Kecil
Cara Memulai Bisnis